Ketahui penyebab kekerdilan pada ayam broiler

Ayam kerdil seringkali ditemukan di peternakan ayam broiler, dimana kejadiannya ditemukan antara 5%-20% dari total populasi ayam broiler yang dipelihara.

kerdil

Penyebab Ayam kerdil

Ayam kerdil atau Sindrom kekerdilan (slow growth syndrome) atau yang disebut juga dengan runting stunting syndrome (RSS) adalah salah satu sindrom yang dialami oleh sekelompok ayam (terutama ayam broiler) yang ditandai dengan gangguan pertumbuhan di umur 4-21 hari.  Pada kasus ini, bobot badan ayam terlihat lebihkecil, ±40% dibawah bobot badan normal.  TIngkat kejadiannya pun di dalam satu populasi sangat bervariasi sekitar 5-40% (Nick Dorko, 1997).  Hidayat (2014) menyatakan bahwa sindrom kekerdilan ini dibagi menjadi beberapa kategori, anatara lain :

  • 5-10% dari populasi, termasuk kategori ringan
  • 10-30% dari populasi, termasuk kategori buruk
  • >30% dari populasi, termasuk kategori bencana besar

Kejadian sindrom kerdil di lapangan terkadang dibgai lagi menjadi 2 kelompok, yaitu jika dalam 5 minggu bobot ayam kurang dari 200 gram per ekornya, maka dikategorikan sebagai kasus “runting”.  Sedangkan bila bobotnya lebih dari 200 gram, namun kurang dari 1 kg, maka dikategorikan sebagai kasus “stunting”.

Dari laporan kasus yang ada, kasus runting biasanya tidak lebih dari 5% (biasanya berkisar 3-5%), sedangkan pada kelompok stunting angkanya bisa mencapai 50% (dalam kisaran 5-50%). Variasi pada kasus stunting ini biasanya dikaitkan dengan manajemen pemeliharaan. Pada peternakan dengan manajemen yang baik, biasanya persentase kasus stunting relatif kecil.

Lalu apa saja penyebab sindrom kekerdilan atau RSS ini?

1) Faktor dari pembibitan

  • Telur tetas kecil (telur tetas berasal dari induk umur muda < 25 minggu)
  • Antibodi maternal Reo-virus yang diturunkan rendah, padahal DOC perlu antibodi maternal yang tinggi
  • Induk DOC positif terinfeksi Salmonella enteridis, sehingga DOC membawa bakteri Salmonella yang sewaktu-waktu bisa menyerang saat kondisi DOC sedang tidak fit

2) Faktor dari penetasan (hatchery)

  • Waktu koleksi telur tetas yang terlalu lama
  • Tidak dilakukannya grading telur tetas yang akan dimasukkan ke mesin tetas
  • Bercampurnya telur tetas yang berasal dari umur induk yang sangat jauh berbeda
  • Terlalu lama proses penanganan di ruang seleksi sehingga DOC mengalami stres
  • Kurang representatifnya alat angkut DOC (chick van) dari hatchery ke peternak/kandang pemeliharaan

3) Manajemen pemeliharaan yang belum baik dan pengaruh lingkungan

Contohnya akibat biosecurity yang belum ketat, penanganan DOC yang kurang baik terutama saat masa brooding, populasi kandang yang terlalu padat, suhu kandang terlalu tinggi, tempat ransum kurang (tidak sebanding dengan jumlah ayam), dan lain sebagainya.

4) Faktor kualitas ransum

Kandungan nutrisi seperti energi, protein, dan mikro nutrisi lainnya jika tidak sesuai dengan kebutuhan ayam, maka bisa memicu kasus kekerdilan ini. Demikian halnya dengan jamur (aspergillosis) dan racunnya (mikotoksikosis) yang akhir-akhir ini banyak mengkontaminasi ransum.

5) Faktor penyakit infeksius

Secara umum, 3 agen infeksius penyebab kekerdilan adalah virus, bakteri dan protozoa.

Virus:

Salah satu virus yang sudah diidentifikasi menjadi penyebab utama kekerdilan adalah Reo-virus. Saat menginfeksi, virus ini menimbulkan enteritis (radang usus) sehingga penyerapan nutrisi di usus menurun. Pada anak ayam umur 2-4 hari yang menderita serangan Reo-virus akan menunjukkan gejala sakit yang ringan, yakni anak ayam terlihat lesu, malas bergerak, dan sayap menggantung. Sedangkan pada anak ayam umur 4-7 hari ditemukan pula gejala diare. Pada feses ayam sakit akan ditemukan ransum yang tidak tercerna. Sering dijumpai pula feses yang tertutup dengan eksudat berwarna coklat kekuningan. Akibatnya kasus ini sering dikelirukan dengan koksidiosis. Tanda-tanda spesifik lainnya yang ditemui yakni pertumbuhan bulu yang abnormal pada bulu sayap primer (yang berbatasan dengan folikel bulu). Pertumbuhan bulu juga tidak teratur sehingga menyebabkan bulu-bulu tampak berdiri seperti baling-baling dan menimbulkan kesan ayam tampak seperti helikopter. Itulah sebabnya serangan Reo-virus sering disebut juga dengan helicopter disease. Saat dibedah, ditemukan usus yang terlihat pucat, kecil dan di dalamnya masih terdapat sisa-sisa ransum yang belum tercerna sempurna. Kita seringkali memberi istilah “usus pentil” karena ususnya yang kecil ini. Beberapa virus lain yang juga dikaitkan dengan kasus kekerdilan adalah infeksi rotavirus, parvovirus, dan calicivirus.

Ayam kerdil dan kecil Ayam kecil dan kerdil

Bakteri:

Bakteri yang paling umum menyebabkan kekerdilan adalah bakteri Clostridium sp. yang bisa menyebabkan necrotic enteritis dan necrotic ulseratif pada usus ayam.

Protozoa:

Infeksi protozoa yang utama bisa menyebabkan kekerdilan akibat efek malabsorpsi (gangguan penyerapan ransum)nya adalah infeksi koksidiosis.

Penanganan Kasus Kekerdilan

Hingga saat ini, kasus kekerdilan adalah salah satu kasus yang cukup sulit didiagnosa. Alasannya, karena gejala klinis yang terlihat hanya berupa gangguan pertumbuhan (kekerdilan). Pada saat nekropsi (bedah bangkai) pun perubahan patologi anatomi yang ditimbulkan sangatlah bervariasi, tergantung dari faktor penyebab mana yang lebih mendominasi.

Atas pertimbangan tersebut, maka saat peternak menemukan kasus ini di farm, beberapa tindakan yang bisa dilakukan antara lain:

  • Apabila kasus kekerdilan ini masih terjadi pada sebagian kecil dari populasi, segera lakukan seleksi (culling) dan afkir ayam-ayam yang terlihat kerdil, terutama yang bobotnya berada 40% di bawah standar. Beberapa peternak seringkali melakukan seleksi tanpa afkir, melainkan dimasukkan dalam satu sekatan tersendiri. Sebaiknya hal itu dihindari karena keberadaan sekatan khusus ini bisa menjadi sumber penularan ke ayam lain dan pemeliharaan ayam kerdil ini justru akan membuat bengkak FCR. Sedangkan untuk ayam kerdil dengan bobot badan yang tidak terlalu jauh berbeda dengan standar, bisa dipisahkan kemudian diberi perlakuan khusus, yaitu diberi ransum starter dan multivitamin (Fortevit atau Solvit) hingga bobot badan mencapai 1-1,2 kg dan ayam layak dipanen.
  • Jika kekerdilan menimpa lebih dari 80% populasi ayam, maka kemungkinan penyebabnya adalah masalah kualitas ransum atau infeksi Reo-virus. Segera lakukan pengecekkan kualitas ransum di laboratorium untuk mengetahui kandungan nutrisi serta mendeteksi ada tidaknya toksin (racun jamur) di dalamnya. Sedangkan pada dugaan kasus Reo-virus, sebaiknya lakukan pula uji serologi, PCR atau sequencing di laboratorium untuk meneguhkan diagnosa penyakit tersebut. Jika bobot badan ayam yang kerdil tidak berbeda jauh dengan standar, maka berikan ransum starter dan multivitamin (Fortevit atau Solvit) hingga bobot badan mencapai 1-1,2 kg dan ayam layak dipanen. Sedangkan jika bobot badan ayam sangat jauh dari standar, maka lebih baik lakukan panen dini seluruh ayam.
    Perbaiki faktor manajemen yang berperan dalam mendukung terjadinya kasus gangguan pertumbuhan.
  • Berikan antibiotik (Kombinasi Cyprofloxacin & Tylosin tartrate) untuk mencegah infeksi sekunder bakteri.
  • Berikan multivitamin dan mineral (Phycurma), untuk keseluruhan populasi ayam di kandang untuk menyelamatkan populasi secara keseluruhan dari sindrom kekerdilan.

Sumber : info.medion.co.id

Kurangnya perhatian pada manajemen penyebab CRD Kompleks

Perunggasan telah berkembang menjadi industri yang mampu memenuhi kebutuhan dunia akan protein hewani melalui produksi daging dan telur. Namun sayangnya perkembangan hasil produksi yang dicapai masih belum optimal, salah satunya akibat rutinnya berbagai penyakit menyambangi peternakan kita. Pada awal tahun 2011 ini kasus penyakit yang menimpa peternakan ayam di Indonesia diprediksikan masih didominasi oleh penyakit lama dan memang sudah sering menyerang ayam, salah satunya adalah CRD kompleks (Poultry Indonesia, 2010).

Sebagai sebuah industri yang sedang berkembang, hampir semua ayam dipelihara pada situasi kandang yang terlalu padat dengan kualitas udara yang rendah. Pada situasi demikian, kemungkinan besar hampir seluruh populasi ayam di kandang akan terinfeksi oleh M. gallisepticum (penyebab CRD) sehingga kondisi ayam akan terus menurun. Setelah daya tahan tubuh ayam menurun, infeksi oleh bakteri lain seperti Eschericia coli akan mudah berkembang dan CRD kompleks pun terjadi. Ditingkat peternak ayam pedaging, kasus CRD dan CRD kompleks merupakan kasus teratas yang sering dijumpai, namun berdasar pada pola pemeliharaan ayam pedaging yang terlalu singkat dan kasus CRD kompleks yang sudah sering terjadi berulang di farm, maka kehadiran penyakit ini kurang diekspos oleh peternak.

Eksistensi Mycoplasma gallisepticum di saluran pernapasan

Penyakit ngorok atau CRD pada ayam merupakan suatu penyakit yang menyerang saluran pernapasan dimana sifatnya kronis. Disebut “kronis” karena penyakit ini berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu lama dan sulit untuk disembuhkan. Penyebab utamanya adalah M. gallisepticum, yang salah satu gejala khas dari penyakit ini adalah ngorok, sehingga peternak lebih umum menyebutnya dengan penyakit ngorok.

Saluran pernapasan ayam secara alami dilengkapi dengan pertahanan mekanik. Permukaannya dilapisi mukosa dan terdapat silia (bulu-bulu getar) serta mukus yang berfungsi menyaring udara yang masuk. M. gallisepticum sering terdapat di saluran pernapasan ayam ini, masuk bersamaan dengan aliran udara yang sebelumnya telah terkontaminasi. Ketika memasuki saluran pernapasan ayam, agen penyakit ini menempel pada mukosa saluran pernapasan dan merusak sel-selnya. Adanya bakteri ini akan memicu terjadinya radang dan aliran darah di daerah tersebut menjadi meningkat. Bakteri akan ikut aliran darah dan menuju kantung udara, dimana kantung udara merupakan tempat yang cocok untuk M. gallisepticum hidup dan berkembang biak.

Struktur bakteri M. gallisepticum

Struktur bakteri M. gallisepticum

(Sumber : www.scribd.com)

Struktur bakteri E. coli
Struktur bakteri E. coli
(Sumber : www.scribd.com)

M. gallisepticum merupakan bakteri Gram (-) berbentuk polimorfik kokoid dan tidak memiliki dinding sel sehingga bakteri ini mudah pecah/mati oleh desinfektan, panas, sinar matahari dan faktor lainnya. Pola serangan yang ditimbulkan oleh CRD tergolong lambat. Ketika ayam mulai terjangkit M. gallisepticum, infeksi tersebut akan berjalan dalam jangka waktu yang cukup lama. Selama beberapa minggu bakteri akan tetap menetap dalam saluran pernapasan dan baru bekerja menginfeksi secara akut ketika ayam mengalami stres.

M. gallisepticum menimbulkan masalah serius pada ayam pedaging dimana bakteri tersebut sering bekerja sinergis dengan agen infeksi lain seperti E.coli. E. coli adalah bakteri yang hampir ditemukan pada semua tempat, terlebih pada tempat-tempat yang kotor. Colibacillosis memang penyakit yang identik dengan kebersihan. Semakin kotor lingkungan peternakan maka colibacillosis akan semakin tinggi tingkat kejadiannya. Oleh karena itu colibasillosis sangat bergantung pada pelaksanaan manajemen peternakan. Tingkat kematian akibat colibacillosis bisa mencapai 10%. Timbulnya CRD yang menyerang saluran pernapasan, akan semakin membuka kesempatan bagi bakteri lain seperti E.coli untuk ikut menginfeksi ayam sehingga terjadilah CRD kompleks. CRD kompleks merupakan gabungan/komplikasi penyakit antara CRD dan colibacillosis.

Perkembangan Kasus CRD Kompleks di Indonesia dan Dampak Serangannya

Sebagai penyakit tunggal, CRD pada ayam dewasa jarang sampai menimbulkan kematian, meskipun angka kesakitannya cukup tinggi. Dari data yang dikumpulkan oleh tim Technical Service Medion sepanjang tahun 2010, CRD kompleks masih menduduki posisi teratas dalam ranking penyakit 2010 yang menyerang ayam pedaging. Sedangkan pada ayam petelur, penyakit CRD kompleks berada diposisi 7 ranking penyakit.

Jika dilihat dari umur serangan, maka pada ayam pedaging CRD kompleks sering menyerang di umur 22-28 hari (minggu ke-3 pemeliharaan), sedangkan pada ayam petelur pada umur < 22 minggu (Technical Service Medion, 2010). CRD kompleks biasanya muncul di farm saat pemeliharaan menginjak minggu ketiga, hal ini terkait dengan penurunan kualitas litter dan manajemen tutup kandang yang kurang optimal.

Tabel 1. Ranking penyakit tahun 2010 pada ayam pedaging dan petelur

Ranking penyakit tahun 2010 pada ayam pedaging dan petelur

(Sumber : Data Technical Service Medion, 2010)

Penularan CRD kompleks bisa terjadi baik secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal dapat melalui induk yang menularkan penyakit melalui telur dan secara horizontal disebarkan dari ayam yang sakit ke ayam yang sehat, baik melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Penularan tidak langsung dapat melalui kontak dengan tempat peralatan, tempat makan dan minum, hewan liar/vektor maupun petugas kandang. Ayam muda biasanya memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap penyakit dibandingkan ayam dewasa, sehingga CRD kompleks juga dapat menyerang ayam umur muda dengan persentase serangan 6,29% (Technical Service Medion, 2010).
Tabel 2. Umur serangan CRD kompleks pada ayam pedaging

Umur serangan CRD kompleks pada ayam pedaging

(Sumber : Data Technical Service Medion, 2010)

CRD kompleks dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Timbulnya CRD kompleks di farm saat cuaca fluktuatif bisa menyebabkan kematian hingga 30%. Sedangkan kematian pada ayam kecil berkisar 5-10%. Yang paling tidak disukai peternak adalah penurunan produksi telur dan konversi ransum yang meningkat hingga 10-20%. Dampak lainnya antara lain pertumbuhan bobot badan terhambat, penurunan mutu karkas, penurunan produksi telur, tidak tercapainya keseragaman bobot badan serta banyaknya ayam yang harus diafkir. Adanya gangguan pada sistem pernapasan akibat infeksi CRD komplek, akan menyebabkan asupan oksigen berkurang dan proses metabolisme tubuh akan terganggu sehingga pertumbuhan ayam pun terhambat dan efisiensi ransum menjadi jelek.

Tabel 3. Umur serangan CRD kompleks pada ayam petelur

Umur serangan CRD kompleks pada ayam petelur

(Sumber : Data Technical Service Medion, 2010)

CRD kompleks juga dapat menyebabkan kegagalan vaksinasi karena dapat pula berkolaborasi dengan agen immunosupresi (menekan kekebalan). Sistem pernapasan merupakan pintu gerbang pertahanan primer tubuh karena di dalamnya terdapat jaringan mukosa bersilia yang berfungsi menangkap partikel asing yang masuk melalui saluran pernapasan. Tidak berfungsinya sistem pertahanan primer terutama pernapasan menjadi pemicu utama masuknya agen penyakit lain seperti virus penyebab IB dan ND. Virus yang menyerang sebelum vaksinasi akan menghambat sistem kekebalan tubuh dalam memproduksi antibodi sehingga kemungkinan hasil vaksinasi yang akan dilakukan selanjutnya akan gagal karena kondisi ayam sudah menurun.

Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi (faktor pemicu munculnya penyakit,red) CRD kompleks diantaranya sistem pemeliharaan dengan suhu terlalu panas atau dingin, kelembaban tinggi, kurangnya ventilasi, litter terlalu lembab, kadar amonia tinggi, kepadatan ternak terlalu tinggi dan cara pemeliharaan dengan berbagai umur dalam satu lokasi peternakan. Faktor-faktor tersebut sebagian akan mempengaruhi kualitas udara di dalam kandang. Banyaknya partikel debu di udara akan mengganggu kerja saluran pernapasan.

Ditambah dengan konsentrasi amonia yang meningkat dan akhirnya terhirup akan mengiritasi saluran pernapasan ayam dan merusak silia pada jaringan mukosa. Sel-sel yang ada dipermukaan saluran pernapasan menjadi rusak, sehingga mekanisme awal pertahanan tubuh menjadi terganggu dan agen penyakit seperti M. gallisepticum yang terbawa udara akan mudah sekali menempel dan akhirnya menimbulkan infeksi dan kerusakan yang lebih parah.

Stres juga merupakan salah satu faktor predisposisi dari CRD kompleks. Ayam yang sebelumnya telah terserang CRD, saat daya tahan tubuhnya menurun ketika stres maka infeksi lain seperti colibacillosis akan mudah menyerang sehingga status penyakit meningkat menjadi CRD kompleks. Hal-hal yang dapat menyebabkan stres pada ayam diantaranya pelaksanaan potong paruh, vaksinasi, kedinginan, heat stress, pengangkutan dan ventilasi yang buruk.

Gejala Klinis dan Perubahan Patologi Anatomi

Jika M. gallisepticum menginfeksi ayam tanpa komplikasi, maka gejala klinis tidak akan terlihat. Namun karena ada faktor lain seperti E. coli akan menyebabkan saluran pernapasan akan lebih teriritasi dan gejala klinis pun akan mulai terlihat. Gejala klinis dari CRD kompleks pada ayam umur muda (DOC dan pullet) sering terlihat gejala sakit pernapasan, menggigil, kehilangan nafsu makan, penurunan bobot badan dan peningkatan rasio konversi ransum. Anak ayam lebih sering terlihat bergerombol di dekat pemanas brooder. Pada ayam dewasa kadang-kadang terlihat ingus keluar dari hidung dan air mata, sulit bernapas, ngorok, dan bersin. Pada ayam petelur bisa terjadi penurunan telur hingga 20-30%.

Serangan CRD pada ayam muda

Serangan CRD pada ayam muda (Sumber : www.fao.org)

Kantung udara keruh

Kantung udara keruh (a) dan berbusa (b)
(Sumber : www.kashvet.org)

Perubahan pada bedah bangkai ditemukan peradangan pada saluran pernapasan bagian atas (laring, trakea, bronkus), paru-paru berwarna kecoklatan, kantung udara tampak adanya lesi yang khas (keruh dan menebal) serta pembentukan jaringan fibrin pada selaput hati (perihepatitis) dan selaput jantung (pericarditis) dan perkejuan di organ dalam (komplikasi colibacillosis).

Menelaah Manajemen Pemeliharaan Penyebab Timbulnya CRD kompleks serta Cara Penanganannya
Meskipun keterlibatan M. gallisepticum dalam kasus CRD yang diamati cukup tinggi (>50%), namun infeksi kompleks umumnya juga melibatkan faktor lain yang terkait dengan tatalaksana pemeliharaan. Oleh sebab itu, mengandalkan penggunaan antibiotik sebagai satu-satunya senjata dalam menghadapi masalah CRD kompleks sangat tidak bijaksana.

Perihepatitis dan pericarditis
Perihepatitis dan pericarditis
(Sumber : www.kashvet.org)

Selaput lendir pada trakea, bengkak dan berwarna merah

Selaput lendir pada trakea, bengkak dan berwarna merah
(Sumber : Dok. Medion)

Sebenarnya M. gallisepticum sangat mudah mati, terutama oleh temperatur lingkungan yang tinggi, kadar O2 tinggi, kelembaban relatif rendah dan juga beberapa desinfektan maupun antiseptik. Namun, pada kandang dengan ventilasi dan sanitasi jelek, kondisi ini justru dapat membuat Mycoplasma dapat bertahan lama hidup di udara. M. gallisepticum ketika berada dalam saluran pernapasan akan berkembangbiak dengan cepat, tetapi memiliki pola serangan yang lambat. Sisa metabolisme dan bangkai M. gallisepticum yang mati akibat terjadi perebutan tempat hidup dan makanan mengakibatkan kerusakan pada sel-sel permukaan saluran pernapasan. Kerusakan ini akan mempermudah terjadinya infeksi sekunder, sehingga muncul CRD kompleks.

Penyakit yang bersifat kompleks memang lebih sulit untuk ditangani. Hal ini kemungkinan karena kondisi lingkungan peternakan mulai jenuh, artinya konsentrasi bibit penyakit lebih tinggi dari periode sebelumnya. Diperparah dengan kondisi peternak yang belum menyadari sepenuhnya arti upaya penerapan biosecurity secara tepat dan menyeluruh di lokasi usaha peternakannya. Penerapan manajemen pemeliharaan dan biosecurity yang tidak tepat dan menyeluruh tersebut adalah :

1) Pelaksanaan masa istirahat kandang yang seharusnya minimal 14 hari tidak dilaksanakan. Beberapa kasus di lapangan, masa istirahat kandang lebih cepat, hanya 7 hari atau kurang dari 14 hari. Padahal kondisi ini tidak baik karena akan menyebabkan bibit penyakit seperti Mycoplasma selalu berada di lingkungan peternakan tersebut, akibatnya serangan penyakit akan selalu berulang. Tujuan dari istirahat kandang agar siklus bibit penyakit dapat dienyahkan dari lokasi peternakan.

Istirahat kandang minimal 14 hari

Istirahat kandang minimal 14 hari
(Sumber : Dok. Medion)

2) Sanitasi kandang tidak dilakukan secara sempurna, misalnya masih ada sisa-sisa feses di sela-sela lantai kandang. Sisa-sisa feses di sela-sela lantai kandang merupakan tempat yang nyaman bagi bibit penyakit untuk bertahan hidup. Sebaiknya peternak menggunakan air bertekanan tinggi untuk melenyapkan sisa-sisa feses tersebut. Contoh lain tidak dilakukannya desinfeksi secara rutin dll.

Pembersihan feses

Pembersihan feses
(Sumber : Dok. Medion)
3) Sistem pemeliharaan tidak diterapkan secara all in all out juga akan membawa dampak serangan penyakit yang selalu berulang
4) Program pemberian obat yang dilakukan secara tidak tepat juga turut ikut bagian dalam menyebabkan bandelnya kasus penyakit. Pemberian obat yang secara terus menerus dengan dosis yang kurang tepat dapat mempercepat terjadinya resistensi terhadap obat tertentu

Pencegahan dan Pengendalian
Prinsip pencegahan dan pengendalian penyakit CRD kompleks terdiri dari 3 aspek yang harus diterapkan, dimana aspek tersebut antara lain :

1) Menciptakan lingkungan kandang yang nyaman

Tindakan yang dilakukan seperti memperbaiki sirkulasi udara di dalam kandang dengan manajemen buka tutup tirai, menjaga agar populasi ayam di kandang tidak terlalu padat, beri pemanas yang cukup pada DOC selama masa brooder, membersihkan litter dari feses dan mencegah litter basah untuk meminimalkan produksi ammonia yang berlebihan. Litter yang basah akan memacu timbulnya penyakit gangguan saluran pernapasan dan pencernaan, karena di litter banyak berkembang bakteri, virus dan parasit.

2) Mempertahankan kondisi ayam agar tetap sehat

Hal utama yang diusahakan dalam menjaga kondisi ayam tetap sehat adalah menghindari faktor stres. Faktor penyebab stres antara lain agen penyakit, lingkungan yang tidak nyaman dan tata laksana pemeliharaan yang tidak baik. Berikan mulvitamin  untuk meningkatkan stamina tubuh ayam.

3) Melaksanakan biosecurity yang ketat

Adapun penerapan biosecurity tersebut antara lain dengan memperbaiki tata laksana kandang, melakukan sanitasi dan desinfeksi di areal lingkungan kandang menggunakan Formades atau Sporades, melakukan sanitasi air minum yang baik menggunakan Antisep, Neo Antisep atau Desinsep untuk membunuh E. coli yang terdapat dalam air minum, melakukan pengafkiran pada ayam yang terinfeksi dan kondisinya sudah parah, kosongkan kandang minimal 14 hari setelah kandang dibersihkan dan pengontrolan lalu lintas dengan mengontrol kendaraan yang keluar masuk lokasi peternakan.

Langkah pengendalian terakhir dalam mengatasi CRD kompleks yaitu mengambil tindakan pengobatan dengan antibiotik. Salah satu prinsip pengobatan yaitu obat harus sesuai dengan jenis penyakit yang menyerang. Setiap obat memiliki efek yang berbeda dan spesifik untuk setiap penyakit. Bagaimanapun baiknya cara pemberian obat, tetapi bila kita salah dalam memilih jenis obat, maka tidak akan diperoleh efek pengobatan yang diinginkan. Dalam melakukan pengobatan CRD kompleks menggunakan antibiotik, perlu diketahui bahwa M. gallisepticum tidak dapat dibunuh dengan antibiotik yang bekerja dengan cara merusak atau menghambat pembentukan dinding sel bakteri.

Penanganan untuk M. gallisepticum yaitu dengan memberikan antibiotik yang bekerja pada membran dan inti sel, terutama yang aktif menghambat pembentukan asam folat dan protein bakteri M. gallisepticum serta mempunyai konsentrasi tinggi di tempat bakteri tersebut berada (saluran pernafasan), bukan yang berkonsentrasi tinggi di dalam darah. Sedangkan bakteri E. coli merupakan bakteri Gram (-) yang hampir bisa dilawan oleh hampir semua golongan antibiotik kecuali golongan makrolida. Contoh produk yang dapat digunakan untuk membasmi CRD kompleks antara lain Doctril, Neo Meditril, Doxytin, Respiratrek, Trimezyn atau Gentamin. Pilih salah satu obat CRD kompleks tersebut dan berikan sesuai dengan dosis dan aturan pakai yang tertera pada etiket atau leaflet produk. Lakukan atau penggantian antibiotik yang dipilih setiap 3-4 periode pemeliharaan untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

CRD kompleks merupakan penyakit yang terutama dipicu oleh penerapan manajemen pemeliharaan dan biosecurity yang kurang disiplin. Pengobatan bukan satu-satunya jalan keluar untuk mengatasi penyakit ini, melainkan mencakup seluruh aspek pemeliharaan. Antisipasi peternak untuk mencegah CRD kompleks dapat diawali dengan menemukan titik lemah manajemen yang selama ini telah diterapkan sehingga peternak mengetahui kesalahan manajemen apa yang memacu timbulnya CRD kompleks yang selalu datang setiap tahun. Salam sukses selalu.

Sumber : info.medion.co.id